Left arrow Kembali

Fakta Tentang Nikotin yang Perlu Anda Pahami

Produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektronik, dan kantung nikotin, merupakan produk yang mengandung nikotin. Hanya saja, selama ini, nikotin identik dengan rokok, sehingga ada mispersepsi bahwa nikotin penyebab penyakit seperti kanker. Lembaga Kesehatan Nasional Inggris (NHS) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA) mencoba meluruskan mispersepsi tersebut.

Nikotin biasanya dikaitkan dengan rokok. Alhasil, penggunaan produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektronik, maupun kantung tembakau, dianggap memiliki risiko yang sama dengan rokok karena mengandung nikotin. Padahal, berdasarkan hasil kajian ilmiah produk tersebut memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok.

Nikotin sesungguhnya adalah alkaloid tanaman. Artinya, itu adalah bahan kimia alami yang mengandung nitrogen, juga merupakan stimulan yang sangat adiktif. Nikotin paling terkenal karena penggunaannya dalam rokok dan produk tembakau tetapi memiliki beberapa kegunaan lain.

Meskipun sebagian besar ditemukan pada tanaman tembakau, nikotin juga terdapat pada tanaman tomat, terong, kentang, dan paprika hijau. Meskipun semua termasuk dalam keluarga nightshade, jumlah nikotin dalam tanaman lain ini jauh lebih rendah dari tanaman tembakau.

Laman resmi Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) menyebutkan nikotin tidak menyebabkan kanker. Namun, bahan kimia beracun lain dalam rokok, seperti TAR dan karbon monoksida atau residu asap, yang justru merusak kesehatan

“Orang mengonsumsi rokok tetapi mati karena asap rokok,” kata Manajer Riset di Consumer Choice Center, Maria Chaplia, seperti dikutip dari indiatimes.com.

Dosen Departemen Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) dan ahli toksikologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Shoim Hidayat, menjelaskan TAR merupakan residu yang dihasilkan dari proses pembakaran saat merokok. Proses pembakaran tersebut terjadi di suhu lebih dari 600 derajat Celcius. Saat asap rokok dihirup, TAR akan terpapar ke bagian dalam paru-paru.

“Kenapa bisa sakit kanker, jantung, dan paru-paru, salah satunya karena terpapar bahan-bahan toksik seperti TAR, senyawa karbon monoksida, dan senyawa berpotensi bahaya lain. Jadi, bukan nikotin yang menjadi pemicu berbagai masalah kesehatan akibat merokok,” ungkapnya.

Fakta nikotin bukan penyebab utama berbagai penyakit turut diperkuat pandangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA). Menurut situs resmi FDA, nikotin membuat orang untuk tetap menggunakan produk tembakau. Namun, ribuan bahan kimia yang terkandung dalam asap rokok yang membuat penggunaan produk ini begitu berbahaya.

“Nikotin tempel dan permen karet nikotin sering digunakan dalam terapi pengganti nikotin. Ketika nikotin dikonsumsi dalam bentuk produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektronik, atau snus seharusnya tidak menjadi suatu masalah yang lebih besar,” kata Chaplia.

Ia menjelaskan efek samping nikotin adalah menciptakan ketergantungan. Namun, ini bukan satu-satunya alasan mengapa begitu banyak orang tidak bisa berhenti merokok. Mengutip sebuah studi yang diterbitkan pada 2015 dalam jurnal ilmiah Drug And Alcohol Dependence menemukan potensi ketergantungan pada nikotin sangat rendah tanpa adanya asap tembakau.

Nikotin pun dinilai memiliki manfaat medis. Chaplia menjelaskan sebuah penelitian yang dilakukan pada era 1960-an menunjukkan risiko penyakit Parkinson di kalangan perokok lebih rendah dan menyebutkan nikotin memiliki kontribusi dalam hal tersebut.

“Penelitian tersebut menemukan pria yang tidak merokok tetapi menggunakan snus memiliki risiko penyakit Parkinson yang lebih rendah secara signifikan. Salah satunya adalah efek kognitif positif nikotin,” katanya.

Mispersepsi nikotin
Sebanyak 57 persen responden survei di Amerika Serikat berpendapat nikotin adalah zat yang menyebabkan sebagian besar jenis penyakit kanker yang disebabkan oleh merokok. Bahkan, 80 persen dokter percaya nikotin menyebabkan kanker. Chaplia menilai kedua pendapat itu keliru.

“Kesalahpahaman yang terjadi di kalangan masyarakat dan para ahli ini memiliki konsekuensi negatif karena menyebabkan distorsi persepsi terhadap produk tembakau alternatif, yang 95 persen lebih rendah risiko daripada rokok,” tegasnya.

Lembaga eksekutif Departemen Kesehatan Inggris, Public Health England (PHE), dalam Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018, melaporkan produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektronik memiliki risiko yang lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok yang dibakar dan menghasilkan TAR. Shoim mengutarakan pemakaian produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok karena penggunaannya melalui proses pemanasan.

“Pemanasan tersebut terjadi pada suhu yang terkontrol hingga 350 derajat Celcius. Dengan tidak adanya proses pembakaran, pengguna hanya menghirup aerosol dan nikotin, bukan TAR seperti pada rokok,” jelasnya.

Sejarah telah menunjukkan upaya konvensional melarang suatu produk tidak akan berhasil sehingga perlu dicoba cara-cara baru yang inovatif, misalnya untuk mengurangi angka perokok adalah dengan memberikan informasi yang akurat dan akses kepada para perokok dewasa terhadap produk tembakau alternatif. Ia juga mencontohkan larangan alkohol di Amerika Serikat yang justru meningkatkan konsumsi produk tersebut. Dengan demikian, upaya perang terhadap nikotin akan memiliki hasil serupa.

“Karena merokok dan penyakit akibat merokok tetap menjadi salah satu tantangan umat manusia, maka penting untuk mengatasinya tanpa adanya bias ideologi. Nikotin bukanlah musuh kita, dan kita tidak boleh melupakan hal itu,” tutur Chaplia.

https://gaya.tempo.co/read/1568638/fakta-tentang-nikotin-yang-anda-perlu-pahami/full&view=ok