Berdasarkan data National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang bisa menyebabkan kanker. Hampir dari 7.000 bahan kimia yang ada di dalam rokok, 2.000 di antaranya terdapat pada TAR. Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Amaliya menilai masyarakat belum mengetahui perbedaaan mendasar secara ilmiah antara produk tembakau alternatif dan rokok. Pada produk tembakau aternatif tidak ada proses pembakaran tembakau. Hal ini tentunya, berbanding terbalik dengan rokok, yang pada pembakarannya menghasilkan TAR.
“Produk tembakau alternatif bisa dikonsumsi dengan berbagai cara, seperti dikunyah, ditempel, dan dipanaskan. Proses yang tidak melewati pembakaran ini mengeliminasi kandungan senyawa kimia berbahaya seperti TAR, yang terbentuk dari hasil pembakaran,” kata Amaliya, Rabu (10/7).
Amaliya menjelaskan ketika asap rokok dihirup TAR bisa membentuk lapisan lengket di bagian dalam paru-paru. “Kondisi tersebut dapat merusak paru-paru, menyebabkan kanker, emfisema, atau masalah paru-paru lainnya. Menghirup asap tembakau yang dibakar juga menyebabkan jenis kanker lain, termasuk kanker mulut dan tenggorokan,” ujarnya.
Dengan tidak menghasilkan TAR, produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok. Hal ini, kata Amaliya, diperkuat dengan kajian ilmiah yang dilakukan Public Health England, divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris 2018 lalu yang berjudul “Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Product 2018”. “Produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan hingga 95 persen lebih rendah daripada rokok yang dibakar,” kata dia.
Pada tahun yang sama, Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (German Federal Institute for Risk Assessment) juga mempublikasikan hasil penelitian terkait produk tembakau alternatif, yaitu produk tembakau yang dipanaskan, yang menghasilkan uap bukan asap karena tidak melalui proses pembakaran. Hasil penelitian menyatakan produk tembakau alternatif memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80-99 persen dibandingkan rokok.
Dengan manfaat yang diberikan dari produk tembakau alternatif, Inggris, Jepang, Kanada, dan Selandia Baru kini menggunakannya sebagai salah satu alternatif untuk menekan angka prevalensi perokok. Amaliya mengajak pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk melakukan kajian terhadap produk tembakau alternatif.
YPKP juga melakukan penelitian produk tembakau alternatif yaitu Risk Assessment of E-Liquid dan Oral Health Findings yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan mengenai produk tembakau alternatif.
“Pemerintah diharapkan merumuskan kerangka peraturan berdasarkan bukti ilmiah yang spesifik dan sesuai dengan proporsi risiko untuk produk tembakau alternatif dan mendorong perokok yang tidak dapat atau tidak ingin berhenti merokok untuk beralih ke produk tembakau alternatif,” tandasnya.