Left arrow Kembali

Mengapa Sampah Tidak Boleh Dibakar? Bahaya, Dampak, dan Solusi Pengelolaannya

Membakar sampah sangat membahayakan kesehatan manusia dan mencemari lingkungan. Proses ini menghasilkan polusi udara yang mengandung zat beracun seperti dioksin dan karbon monoksida. Sebagai gantinya, diperlukan solusi seperti daur ulang, kompos, dan edukasi pengelolaan sampah yang benar.

 

Pendahuluan: Mengapa Membakar Sampah Masih Dilakukan?

Di berbagai daerah Indonesia, membakar sampah rumah tangga masih menjadi praktik umum. Banyak orang menganggapnya sebagai cara paling praktis dan murah untuk menghilangkan sampah. Namun, praktik ini sebenarnya berbahaya. 

Salah satu alasan utama kebiasaan ini masih terjadi adalah kurangnya fasilitas pengelolaan sampah dan minimnya pemahaman masyarakat mengenai dampak jangka panjang. Selain itu, masih ada anggapan bahwa membakar sampah adalah cara yang bersih dan efektif karena “menghilangkan” sampah secara langsung. Padahal, asap dan residu hasil sampah yang dibakar membawa risiko serius bagi kesehatan dan lingkungan.

 

Survei Kemenkes menunjukkan bahwa 57,2% rumah tangga di Indonesia masih membakar sampah—menjadikannya metode paling umum dalam pengelolaan sampah. Hanya sebagian kecil yang memilih cara lebih ramah lingkungan seperti membuat kompos (0,3%), menyetor ke bank sampah (0,3%), atau mendaur ulang (0,1%). Dari survei tersebut, terlihat bahwa masih banyak orang-orang yang minim literasi dan edukasi tentang pengelolaan sampah terutama sampah plastik yang mengandung bahan kimia berbahaya jika dibakar secara langsung dan bisa berdampak ke tanah sehingga membahayakan kesehatan jangka panjang.

 

Dampak Kesehatan dari Membakar Sampah

Ban bekas dan sampah lainnya terbakar dengan api besar, simbol paru-paru menyoroti risiko gangguan pernapasan.

Hasil pembakaran sampah, terutama sampah rumah tangga yang mengandung plastik, karet, dan bahan sintetis lainnya, menghasilkan bahan kimia berbahaya dari abu sisa pembakaran seperti dioksin, karbon monoksida, dan partikel halus (PM2.5) hingga mengandung klorin, sehingga membuat udara yang tercemar dapat terhirup sehari-hari.  

Paparan zat-zat ini (dioksin dan karbon monoksida) dalam jangka panjang dapat memicu gangguan kesehatan serius, seperti gangguan pernapasan kronis (asma, pneumonia, dan bronkitis), kerusakan sistem saraf dan fungsi otak, peningkatan risiko kanker, hingga gangguan perkembangan pada anak-anak.

Karena asap-asap sisa pembakaran sampah sifatnya yang tak kasat mata, risiko ini sering diabaikan. Padahal, anak-anak, lansia, dan penderita penyakit kronis merupakan kelompok paling rentan, apalagi jika sistem kekebalan tubuh sedang lemah.

 

Dampak Lingkungan dari Membakar Sampah

Foto udara dari pembakaran sampah besar-besaran yang menghasilkan asap dan api di area terbuka.

Membakar sampah bukan hanya mencemari udara. Hasil pembakaran sampah juga dapat merusak tanah dan air, serta mempercepat pemanasan global. 

Beberapa dampak lingkungannya meliputi emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan metana, pelepasan logam berat dan senyawa kimia dari plastik yang dibakar, penurunan kualitas tanah akibat abu beracun, hingga kontaminasi air tanah jika residu pembakaran yang mengundung bahan kimia meresap ke bawah permukaan. Apalagi biasanya, asap-asap sisa pembakaran sampah sembarangan banyak mengandung sampah plastik yang menyebabkan bahan kimia beracun tersebar ke ruang terbuka sehingga bisa mengancam kesehatan.

Selain itu, kebakaran liar yang dipicu oleh pembakaran sampah juga sering merusak hutan, lahan pertanian, hingga rumah warga yang mengancam kehidupan manusia.

 

Aspek Hukum dan Regulasi

Seseorang memegang dokumen dengan ilustrasi larangan membakar sampah dan api menyala di dalam bubble.

Jika melihat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pemerintah Indonesia sudah secara tegas melarang praktik bakar sampah di tempat terbuka. 

Pasal 29 ayat (1) huruf e menyebutkan bahwa setiap orang dilarang bakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah. Pelanggar dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana, termasuk denda hingga penjara. 

Regulasi ini bertujuan melindungi masyarakat dari dampak buruk pencemaran akibat pembakaran sampah dan mendorong pengelolaan sampah yang lebih bertanggung jawab. Maka, pembakaran sampah plastik maupun sampah lainnya merupakan tindakan yang salah di mata hukum, apalagi jika dilakukan secara sembarangan. Residu abu hasil pembakaran sampah plastik maupun sampah lainnya juga bisa memberikan dampak negatif kepada manusia seperti gangguan pernapasan, terutama jika dilakukan di ruang terbuka.

 

Alternatif Pengelolaan Sampah yang Ramah Lingkungan

Ilustrasi prinsip 3R: Reduce, Reuse, Recycle pada kubus kayu dengan latar belakang hijau alami

Daripada dibakar, ada berbagai solusi pengelolaan sampah yang lebih aman dan ramah lingkungan seperti daur ulang yang bisa dilakukan dengan mengolah kembali plastik, kertas, dan logam menjadi produk baru. Selain itu, bisa juga mengompos, mengubah sampah organik seperti sisa makanan dan daun menjadi pupuk alami.

Namun, menurut penelitian berjudul "Plastic Pollution and the Open Burning of Plastic Wastes", penerapan solusi ini tidaklah selalu mudah. Banyak wilayah masih bergantung pada sistem pengelolaan sampah informal, sehingga pelarangan pembakaran sulit ditegakkan karena masyarakat tidak teredukasi dengan baik.

Oleh karena itu, coba menerapkan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dalam kehidupan sehari-hari wajib dilakukan. Mengurangi sampah plastik, menggunakan kembali barang, dan mendaur ulang material adalah langkah mandiri yang bisa kita terapkan. 

Selain itu, menyediakan secara mandiri tempat penampungan dan pemilahan sampah untuk kemudian dijual atau didaur ulang. Edukasi masyarakat menjadi kunci agar solusi ini bisa diterapkan secara kolektif sehingga bisa mengurangi polusi udara terbuka yang berbahaya akibat pembakaran sampah yang mengancam kesehatan manusia. 

 

Membakar Sampah Menghasilkan TAR yang Berbahaya

Dokter menjelaskan dampak partikel halus dari pembakaran sampah terhadap organ paru-paru.

Tahukah kalian bahwa membakar sampah menghasilkan TAR? Zat lengket dan berwarna hitam ini adalah hasil sampingan dari pembakaran tak sempurna, mirip dengan yang ditemukan dalam asap rokok. 

TAR mengandung bahan kimia beracun yang dapat menempel di paru-paru dan meningkatkan risiko berbagai penyakit, termasuk kanker paru-paru, penyakit jantung, sampai penyakit saluran pernapasan atas.

Partikel TAR juga dapat mengendap di permukaan rumah dan mencemari udara dalam ruangan, membahayakan seluruh anggota keluarga. 

 

Produk Tembakau Alternatif: Solusi untuk Mengurangi Polusi Udara

Ilustrasi produk tembakau alternatif dengan tanda larangan pembakaran di sampingnya.

Selain sampah, polusi udara juga dihasilkan dari penggunaan produk tembakau. Salah satu pendekatan yang bisa dipertimbangkan adalah peralihan ke produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan atau heated tobacco products (HTP).

Menurut jurnal dari Amerika Serikat yang dipublikasikan oleh National Library of Medicine, HTP menghasilkan emisi yang lebih rendah dibanding rokok konvensional karena tidak melalui proses pembakaran. Dengan demikian, meski bukan solusi utama, pendekatan ini bisa membantu mengurangi akumulasi polutan udara, terutama di lingkungan padat penduduk.

 

Peran Koalisi Bebas TAR dan KABAR Inisiatif dalam Edukasi Lingkungan

Pria menunjuk ke ikon daur ulang dan produk tembakau alternatif, serta gambar pembakaran sampah dengan tanda silang.

Koalisi Bebas TAR dan KABAR Inisiatif aktif menyuarakan pentingnya lingkungan yang bersih dan bebas polusi dengan mendorong edukasi masyarakat melalui berbagai edukasi kampanye dengan fokus utamanya adalah:

1. Meningkatkan kesadaran tentang bahaya membakar sampah.
2. Mengajarkan cara pengelolaan sampah yang lebih sehat.
3. Mendukung penggunaan produk rendah polusi.

Melalui pendekatan berbasis komunitas, KABAR mengajak masyarakat untuk aktif menjaga lingkungan demi masa depan yang lebih baik, dengan belajar mengolah sampah dengan benar, agar lingkungan kita bisa bebas dari bahaya TAR. 

 

Kesimpulan: Mengapa Kita Harus Menghentikan Pembakaran Sampah?

Tanda larangan di depan area pembuangan sampah terbuka yang masih mengeluarkan asap.

Membakar sampah adalah kebiasaan yang perlu dihentikan segera. Selain berbahaya bagi kesehatan manusia, praktik pembakaran sampah ini juga mencemari lingkungan karena mengandung bahan kimia dan melanggar hukum sehingga dapat mengancap kesehatan manusia, apalagi di lingkungan yang padat penduduk. 

Solusi seperti daur ulang, kompos, dan edukasi masyarakat merupakan langkah nyata yang bisa dilakukan. Mari bersama-sama menghentikan praktik membakar sampah dan mendukung inisiatif-inisiatif positif seperti KABAR untuk masa depan yang lebih bersih dan sehat untuk orang sekitar.