Left arrow Kembali

Potensi PTA Mengurangi Perokok

Produk Tembakau Alternatif (PTA) dapat menjadi salah satu solusi untuk menurunkan angka prevalensi merokok di Indonesia, karena potensi risiko yang lebih rendah daripada rokok konvensional. Namun, bagaimana tanggapan masyarakat & Langkah pemerintah terkait PTA ini?

Achmad Syawqie Yazid
Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran
Pendiri Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik Indonesia

Sebuah inovasi – meskipun memiliki tujuan yang baik – sering kali menghadapi berbagai tantangan, mulai dari awal inovasi itu muncul hingga akhirnya dapat diterima dan digunakan.

Dengan demikian, ketika masyarakat mulai merasakan manfaat dan kelebihan atas terobosan tersebut, cepat atau lambat inovasi itu dikenal dan dipergunakan secara luas, seperti halnya produk tembakau alternatif (PTA).

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau sebesar 57% pada 1 Juli 2018.

Dalam PMK itu disebutkan bahwa produk tembakau alternatif dikategorikan sebagai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HTPL) yang mencakup ekstrak dan esens tembakau, tembakau molasses, tembakau hirup, dan tembakau kunyah.

Selain itu, pemerintah juga menetapkan tiga peraturan pendukung yakni PMK No. 66 tentang Perizinan, PMK No. 67 tentang Perdagangan, dan PMK No. 68 tentang Pelunasan Pita Cukai.

Langkah pemerintah dalam memberikan kepastian hukum patut diapresiasi. Pasalnya, payung hukum ini merupakan langkah awal dalam aspek perlindungan konsumen, khususnya bagi perokok yang mengandalkan produk tembakau alternative, sebagai solusi berpindah dari rokok dan memilih produk tembakau dengan potensi risiko yang lebih rendah.

Legalisasi produk ini juga menunjukkan bahwa Indonesia mengambil posisi terdepan dalam mengupayakan tobacco harm reduction di Asia Tenggara dan diharapkan juga dapat mendorong negara-negara lain untuk menerapkan aturan yang tepat.

Dalam beberapa tahun terakhir, produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik atau vape dan produk tembakau yang dipanaskan, bukan dibakar berkontribusi dalam membantu perokok untuk beralih.

Salah satunya di Inggris yang mencatatkan keberhasilan tertinggi pada paruh 2017 di mana jumlah perokoknya berkurang sebanyak 20.000 orang, karena berpindah pada produk tembakau alternatif.

FAKTA ILMIAH

Adapun di Indonesia, mispersepsi atas produk tembakau alternatif masih sangat beragam. Ada yang menilai bahwa tidak ada perbedaan antara produk ini dengan rokok konvensional yang kemudian digeneralisasi.

Bahkan, tidak sedikit pihak yang mengklaim bahwa produk ini sama atau bahkan lebih berbahaya dari rokok konvensional tanpa dilandasi bukti-bukti ilmiah.

Hal ini menjadi poin penting yang harus diinformasikan agar masyarakat lebih memahami dan memilih berdasarkan pemahaman yang komprehensif.

Padahal, jika merujuk pada fakta ilmiah, produk tembakau alternatif dapat menjadi salah satu solusi untuk menurunkan angka prevalensi merokok di Indonesia, karena berpotensi memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok konvensional.

Jadi, untuk mendukung upaya ini, Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia melalui hibah dana penelitian program Academic Leadership Grant (ALG) dari Universitas Padjadjaran melakukan penelitian pada produk tembakau alternatif, tepatnya rokok elektronik, untuk mengetahui perubahan sel pada mulut pengguna.

Penelitian ini dilakukan dengan memeriksa cuplikan sel yang melapisi permukaan pipi bagian dalam pada rongga mulut yang diambil dari tiga kelompok sampel utama, yakni kelompok perokok aktif, pengguna rokok elektronik, dan nonperokok yang berjumlah 55 sampel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok perokok aktif yang diamati memiliki jumlah sel tidak normal, yakni suatu pertanda perubahan sel ke arah keganasan, dalam kategori tinggi.

Namun, pengguna rokok elektronik dan nonperokok masuk dalam kategori normal. Banyaknya jumlah sel tidak normal menunjukkan bahwa ada pembelahan sel yang tidak sempurna.

Dalam kondisi normal, sel yang ada dalam rongga mulut akan terus membelah dan memperbaiki diri.

Namun, di rongga mulut perokok aktif, proses pembelahan menjadi tidak sempurna karena masuknya zat-zat berbahaya (tar).

Lebih lanjut, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa jumlah sel tidak normal pengguna rokok elektronik cenderung sama dengan nonperokok dan dua kali lebih rendah dari perokok aktif.

Hal ini menunjukkan bahwa rokok elektronik memiliki pengurangan bahaya potensi keganasan yang signifikan. 

Fakta-fakta ilmiah ini membuktikan potensi yang dimiliki produk tembakau alternatif, dan penting untuk diketahui oleh masyarakat.

Pemerintah juga diharapkan ikut terlibat dalam melakukan penelitian lebih lanjut soal produk ini, sehingga dapat memahami bagaimana metode harm reduction (pengurangan bahaya) memiliki potensi yang nyata.

Jika hal ini terjadi, maka bukan hanya jumlah perokok berkurang tetapi juga jutaan orang berpotensi terselamatkan dari penyakit berbahaya yang ditimbulkan oleh rokok.

Dengan demikian, kemajuan yang kini telah dicapai dengan legalitas produk tembakau alternatif patut kita dukung bersama. Melalui penelitian terbaru yang komprehensif mengenai produk ini, pemerintah diharapkan dapat merumuskan suatu kerangka regulasi produk dan kebijakan fiskal yang tepat untuk produk tembakau alternatif di Indonesia.

Tentunya yang mengacu pada hasil penelitian dengan besaran yang dirasa bijak bagi semua pemangku kepentingan guna memberikan kesempatan untuk produk inovasi dapat berkembang dan menjadi pilihan bagi perokok yang memilih untuk tetap menggunakan produk tembakau, tetapi dengan risiko yang lebih rendah.

Pada akhirnya, semua upaya bermuara pada langkah yang sama, yakni menurunkan angka prevalensi merokok dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui diberikannya akses terhadap produk yang berpotensi lebih rendah risikonya daripada rokok konvensional.

Sumber: Opini Editorial Bisnis Indonesia, 8 September 2018