Left arrow Kembali

Tantangan untuk Memaksimalkan Potensi Produk Tembakau Alternatif

Pada akhir Agustus lalu diadakan Asia Harm Reduction Forum ke-3 di Seoul, Korea Selatan. Pertemuan rutin tahunan ini diadakan sebagai ajang diskusi dan membangun relasi antar akademisi, praktisi kesehatan, pembuat kebijakan, dan konsumen di Asia mengenai penanganan masalah pengurangan risiko tembakau.

Pada akhir Agustus lalu diadakan Asia Harm Reduction Forum ke-3 di Seoul, Korea Selatan. Pertemuan rutin tahunan ini diadakan sebagai ajang diskusi dan membangun relasi antar akademisi, praktisi kesehatan, pembuat kebijakan, dan konsumen di Asia mengenai penanganan masalah pengurangan risiko tembakau.

Dalam forum kali ini, salah satu pembicara adalah Profesor Tikki Pangestu yang merupakan
akademisi dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore dan mantan Director Research Policy and Cooperation Department WHO. Beliau membahas mengenai enam tantangan utama dari pemanfaatan potensi produk tembakau alternatif dalam upaya pengurangan risiko tembakau, sebagai berikut:

Pertama, pemerintah belum mendapatkan informasi yang memadai mengenai potensi produk tembakau alternatif. Menurut Prof. Tikki, informasi dan rekomendasi yang didasari bukti-bukti ilmiah sangat dibutuhkan oleh pemerintah agar pemerintah dapat merumuskan regulasi yang lebih pro terhadap kesehatan masyarakat dengan memaksimalkan produk tembakau alternatif sebagai produk alternatif dari rokok konvensional.

Kedua, saat ini Badan Kesehatan Dunia (WHO) masih memiliki pandangan negatif mengenai produk tembakau alternatif.

Ketiga, masih banyak negara yang bergantung pada tembakau sebagai penggerak politik dan ekonomi. Misal, di Indonesia, penerimaan cukai rokok dapat mencapai enam persen dari pendapatan total negara. Hal ini menyebabkan pemerintah sulit untuk berbuat banyak terkait pengendalian rokok.

Keempat, mispersepsi di masyarakat yang menganggap bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko yang sama bahkan lebih berbahaya dibandingkan dengan rokok konvensional. Banyak yang masih beranggapan bahwa produk tembakau alternatif seperti vape atau produk tembakau yang dipanaskan merupakan produk tembakau nikotin yang tidak sealami rokok dan hanya merupakan pengembangan cara konsumsi dari rokok dengan risiko kesehatan yang sama saja.

Kelima, penetrasi produk tembakau alternatif yang menggunakan Electronic Nicotine Delivery System seperti vape dan produk tembakau yang dipanaskan yang masih rendah dan sulit dijangkau di banyak negara di Asia. Hal ini umumnya berkaitan dengan regulasi dan cukai yang disamakan dengan rokok sehingga menyebabkan harga jual yang tinggi dan sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat di Asia.

Keenam, kurangnya penelitian terkait produk tembakau alternatif. Penelitian independen yang dapat menghasilkan bukti-bukti ilmiah dari penggunaan produk tembakau alternatif sangat mutlak diperlukan agar semua pihak dapat semakin yakin bahwa produk tembakau alternatif memang benar-benar memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah.

Dilihat dari keenam tantangan utama ini, Prof. Tikki menyatakan bahwa sangat diperlukan terobosan dan langkah nyata terkait akses, informasi, dan dukungan dari pemerintah agar upaya pengurangan risiko atau harm reduction dari penggunaan rokok konvensional dapat dilakukan.