Left arrow Kembali

Strategi Cegah Misinformasi Tembakau Alternatif

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Sahid Jakarta (USAHID), diperlukan strategi komunikasi yang berbeda tentang produk tembakau alternatif untuk mengurangi misinformasi, yang disesuaikan dengan latar belakang pendidikan masyarakat dan status sosial masyarakat. Dalam mengimplementasikan strategi komunikasi tersebut, perlu dibangun kolaborasi dengan melibatkan pemangku kepentingan (pentahelix), seperti pemerintah, pelaku usaha, akademisi, media, dan masyarakat.

Guru Besar Universitas Sahid Jakarta, Prof Dr Ir H Kholil M Kom menjelaskan bahwa masyarakat perlu mendapatkan edukasi terkait kelebihan, kekurangan dan faktor risiko produk tembakau alternatif dibandingkan rokok konvensional melalui strategi komunikasi yang spesifik agar tidak terjadi misinformasi.

Prof Kholil menjelaskan, berdasarkan kajian USAHID terhadap 930 responden yang melibatkan akademisi, dokter, tenaga kesehatan, perokok, dan pengguna tembakau alternatif, mereka merekomendasikan pembedaan konten narasi tentang bahaya merokok pada segmen usia di bawah 25 tahun dan di atas 25 tahun.

Untuk segmen yang berusia di bawah 25 tahun, komunikator yang dapat dimaksimalkan untuk menyampaikan tentang bahaya merokok dan potensi dari produk tembakau alternatif adalah keluarga dan tokoh masyarakat. Adapun pada segmen di atas 25 tahun, komunikator yang ideal adalah para ahli kesehatan, dokter, dan publik figur.

"Hasil penelitian kami pada 2021 menunjukkan bahwa konten narasi yang bersifat umum tidak efektif untuk menurunkan bahaya rokok,” kata Kholil, Rabu.

Menurut Kholil, strategi komunikasi perlu dilakukan secara berbeda sesuai dengan latar belakang masyarakat untuk mengurangi misinformasi mengenai produk tembakau alternatif.

“Latar belakang pendidikan dan status sosial juga harus diperhatikan karena komunikasi akan efektif jika ada kesepahaman antara komunikator dan komunikan. Kesepahaman akan timbul jika tidak ada penghalang, baik karena status sosial, bahasa, maupun psikologis,” ujarnya.

Dalam mengimplementasikan strategi komunikasi tersebut, perlu dibangun kolaborasi dengan melibatkan pemangku kepentingan (pentahelix) seperti pemerintah, pelaku usaha, akademisi, media, dan masyarakat.

“Akademisi mengapa perlu dilibatkan? Karena akademisi ini diharapkan dapat melakukan pendekatan-pendekatan empiris serta teori-teori yang dihasilkan,” lanjut Kholil.

Kholil meneruskan, jika sosialisasi dapat dilakukan secara akurat dan lengkap, maka masyarakat akan dapat memahami tentang bahaya merokok dan potensi untuk beralih dari kebiasaan merokok melalui produk tembakau alternatif dengan menyesuaikan aspek ekonomi, kesehatan, umur, dan lain-lain.

“Misinformasi apapun sangat berbahaya karena publik bisa mengambil kesimpulan atau bahkan tindakan yang kontra produktif merugikan dirinya. Mengedukasi masyarakat secara akurat dan lengkap menjadi sangat penting,” tegasnya.

Dalam kesempatan berbeda, tim peneliti USAHID, Hifni Alifahmi, menambahkan kampanye edukatif yang melibatkan semua pemangku kepentingan memang perlu dilakukan agar mendapatkan hasil maksimal dalam menginformasikan bahaya merokok dan potensi dari produk tembakau alternatif.

“Selain informatif, kampanye yang dilakukan harus bersifat edukatif dan persuasif. Kalau pakar seperti dokter pasti didengar, tapi publik figur juga memiliki peran penting untuk milenial,” katanya.

https://www.antaranews.com/berita/3261393/strategi-komunikasi-spesifik-cegah-misinformasi-tembakau-alternatif