Left arrow Kembali

Misinformasi Tembakau Alternatif Ancam Jutaan Jiwa

Minimnya informasi risiko kesehatan dari produk tembakau alternatif, akan merugikan jutaan perokok yang saat ini mungkin sedang mencari solusi alternatif dengan risiko kesehatan yang lebih rendah. Konsekuensinya sangat jelas: Lebih sedikit perokok yang akan berhenti dan lebih banyak perokok yang terancam jiwanya.

Popularitas produk tembakau alternatif, terutama e-cigarettes atau rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan, terus meningkat beberapa tahun ini. Seiring dengan meningkatnya popularitasnya, publik pun dibuat semakin bingung dengan risiko kesehatan yang dimiliki oleh produk tembakau alternatif ini.  

Beberapa survei yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat AS percaya bahwa rokok elektronik sama berbahanya dengan rokok konvensional. Bahkan, 10% responden percaya bahwa rokok elektronik lebih berbahaya dibandingkan dengan rokok konvensional. Persentase mereka yang memiliki pemahaman ini pun menunjukkan tren yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Sebuah survei yang dilakukan oleh KABAR pada Juli 2019 lalu menunjukkan bahwa mispersepsi ini pun terjadi pada masyarakat Indonesia. Sebanyak 33% responden percaya bahwa rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan tidak mampu mengurangi risiko-risiko kesehatan yang umumnya disebabkan oleh rokok. Selain itu, 81% responden juga menyatakan bahwa nikotin adalah zat kimia berbahaya yang menjadi penyebab berbagai penyakit yang disebabkan rokok.

Padahal, fakta ilmiah menunjukkan bahwa rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah risiko dari rokok konvensional atau produk-produk tembakau dibakar lainnya. Jika dibandingkan dengan rokok konvensional, rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan menghantarkan nikotin melalui cara dipanaskan. Pengguna akan menghisap uap yang mengandung jauh lebih sedikit zat berbahaya bila dibandingkan dengan zat berbahaya dan TAR yang terkandung di dalam asap rokok konvensional. Berdasarkan kajian ilmiah yang dilakukan oleh Public Health England, sebuah divisi dalam Kementerian Kesehatan Inggris, rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan mengandung 95% lebih sedikit zat berbahaya di dalam uap yang dihasilkannya dibandingkan dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran rokok konvensional.

Perlu dipahami bahwa hal ini bukan berarti bahwa rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan sepenuhnya aman. Nikotin yang dikandungnya dapat menimbulkan kecanduan. Selain itu, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa rokok elektronik dapat mengandung kandungan logam, perasa yang bersifat toksik, dan partikulat polutan. Kandungan-kandungan ini dapat meningkatkan tingkat stress oksidatif, gangguan fungsi pernapasan, dan dampak kesehatan lainnya.

Walaupun demikian, semakin banyak organisasi kesehatan di dunia, seperti The Royal College of PhysiciansNational Academies of Science, Engineering, and Medicinedan American Cancer Society yang mengikuti posisi yang diambil oleh Public Health England dalam mengakui bahwa rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan jauh lebih rendah risiko dibanding rokok konvensional dan memiliki peranan penting dalam upaya pengendalian tembakau.

Lalu mengapa opini publik begitu berseberangan dengan konsensus ilmiah? Misinformasi ini berawal dari fakta-fakta risiko kesehatan yang berkaitan dengan produk tembakau alternatif. Memang perlu dipahami bahwa produk tembakau alternatif tidak sepenuhnya bebas risiko kesehatan. Fakta-fakta ini kemudian menjadi fokus dalam distribusi informasi terkait produk tembakau alternatif karena didasari kekhawatiran bahwa produk tembakau alternatif dapat menarik nonperokok, terutama generasi muda, untuk mencoba rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan, membuat mereka menjadi kecanduan nikotin, dan kemudian bertransisi menjadi pengguna rokok konvensional. Walaupun kekhawatiran ini dapat dipahami, menyebarkan informasi yang tidak jelas dan menyesatkan dapat membuat perokok enggan untuk mencoba alternatif yang memiliki risiko lebih rendah bagi kesehatan.

Kematian yang disebabkan oleh rokok dapat mencapai hingga setengah juta jiwa di Amerika Serikat dan dapat mencapai hampir 250 ribu jiwa di Indonesia setiap tahunnya. Berbagai metode berhenti merokok yang umum digunakan sayangnya kurang efektif. Tetapi, sebuah eksperimen terkini menunjukkan bahwa rokok elektronik merupakan alat bantu untuk berhenti merokok yang hampir dua kali lebih efektif dibandingkan dengan terapi pengganti nikotin lainnya. Hal ini menunjukkan potensi rokok elektronik dalam menyelamatkan jutaan jiwa perokok dengan membantu mereka untuk berhenti. Seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna rokok elektronik dalam lima tahun terakhir di Amerika Serikat, tingkat prevalensi merokok telah mencapai titik terendah. Sebuah studi lainnya menunjukkan bahwa dengan asumsi terburuk pun, rokok elektronik tetap dapat membawa dampak positif bagi kesehatan masyarakat.

Aktivis dan pemangku kepentingan dalam kesehatan masyarakat seharusnya dapat memberikan fakta-fakta ilmiah terkait rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan. Dengan menyamaratakan risiko kesehatan antara rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan dengan rokok konvensional, kita semua telah merugikan jutaan perokok yang saat ini mungkin sedang mencari solusi alternatif dengan risiko kesehatan yang lebih rendah dan malah terpengaruh dengan informasi yang menyesatkan bahwa beralih ke rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan tidak akan membawa dampak positif bagi kesehatan. Konsekuensi dari berkembangnya misinformasi ini sangat jelas: Lebih sedikit perokok yang akan berhenti dan lebih banyak perokok yang terancam jiwanya.

Sumber: The Hill, 5 Agustus 2019