Left arrow Kembali

Solusi LIPI untuk Mengurangi Jumlah Perokok di Indonesia

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Prof. Dr. Erman Aminullah M.Sc menyebut bahwa pemanfaatan inovasi teknologi pada produk tembakau alternatif dapat menjadi salah satu solusi untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia. Seperti apa implementasinya?

Dewan Penasihat Himpunan Peneliti Indonesia (Himpemindo) yang juga merupakan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Prof. Dr. Erman Aminullah M.Sc menyebut bahwa pemanfaatan inovasi teknologi pada produk tembakau alternatif dapat menjadi salah satu solusi untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia. Saat ini, Indonesia menjadi negara dengan jumlah angka perokok terbesar ketiga di dunia.

"Pengembangan teknologi yang terdapat dalam produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik atau vape dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar dapat mengubah proses pembakaran tembakau menjadi pemanasan. Dengan berubahnya proses tersebut maka TAR sebagai senyawa paling berbahaya pada rokok dapat dieliminasi, sehingga risiko kesehatannya menjadi lebih rendah. Dalam perspektif teknologi disruptif, kemampuan untuk menurunkan tingkat risiko ini dapat berpotensi mengubah pola kecenderungan konsumsi perokok yang memutuskan untuk tetap merokok agar mendapatkan produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko," jelas Prof. Erman di Jakarta, Jumat (10/8).

Erman menambahkan bahwa hasil pengembangan teknologi produk tembakau alternatif dapat memberikan pilihan lain bagi perokok yang tidak dapat berhenti. Namun, layaknya inovasi teknologi lainnya, penerimaan terhadap produk ini masih menghadapi berbagai hambatan, misalnya penerimaan dalam kehidupan sehari-hari perokok yang terbiasa dengan rokok konvensional dan belum memahami perbedaannya.

"Namun demikian, dilihat dari sudut pandang teknologi disruptif, meskipun rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar masih memiliki berbagai tantangan, namun melihat karakteristik perokok yang sudah masuk ke ranah technology minded maka seharusnya perkembangannya bisa lebih signifikan," katanya.

Keyakinan tersebut diperkuat dengan beberapa contoh kesuksesan dan keberhasilan inovasi teknologi di Indonesia, seperti inovasi moda transportasi dari konvensional menjadi online yang pada awalnya sulit diterima berbagai pihak kini berkembang dengan pesat. "Sepanjang didukung dengan bukti ilmiah dan penelitian yang kredibel, serta meningkatnya pemahaman perokok atas produk tembakau alternatif yang menggunakan teknologi, maka hanya tinggal waktu para perokok akan beralih ke produk tersebut," tambahnya.

Potensi atas produk tembakau alternatif ini pun mulai disadari oleh Pemerintah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No.146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Tembakau pada 1 Juli 2018. Melalui kebijakan ini, produk tembakau alternatif dikategorikan sebagai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) yang mencakup rokok elektronik (e-cigarette) atau vape, ekstrak tembakau seperti pada produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar, molase tembakau (tobacco molasses), tembakau hirup (snuffing tobacco), dan tembakau kunyah (chewing tobacco).

"Dengan diberlakukannya aturan tersebut, artinya pemerintah memang melihat potensi produk tembakau alternatif baik dari sisi ekonomi maupun teknologi di Indonesia. Lebih lanjut dengan adanya inovasi yang mendisrupsi sekaligus memberikan pilihan baru bagi perokok, maka Pemerintah dituntut mampu mengelola dengan merumuskan kebijakan yang bersifat dinamis dan adaptif agar tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaanya ke depan," tutupnya.