Left arrow Kembali

Selandia Baru: Aturan Baru untuk Tembakau Alternatif

Kementerian Kesehatan Selandia Baru merilis rekomendasi peraturan terkait produk tembakau alternatif untuk mendukung perokok dewasa beralih ke produk tembakau yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah.

Kementerian Kesehatan Selandia Baru merilis rekomendasi peraturan terkait produk tembakau alternatif untuk mendukung perokok dewasa beralih ke produk tembakau yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah. Rekomendasi yang dikeluarkan bulan November ini dicanangkan melalui proses amandemen terhadap Undang-Undang Lingkungan Bebas Asap 1990 (Smoke-free Environment Act/SFEA) serta melalui upaya peningkatan informasi publik mengenai potensi dari produk tembakau alternatif.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Selandia Baru, negara tersebut memiliki sekitar 529.000 perokok atau sekitar 13,8 persen di tahun 2016/2017. Jumlah tersebut turun dari tahun sebelumnya (2015/2016) yang berjumlah 14,2 persen dan tahun sebelumnya lagi (2015/2014) yang mencapai 18,3 persen. Tingginya angka perokok di negara kiwi itu, membuat pemerintah menetapkan target negara bebas asap rokok pada tahun 2025 melalui penerapan aturan khusus bagi produk tembakau alternatif. Sebelumnya, Selandia Baru telah menerapkan berbagai peraturan terkait tembakau secara ketat, termasuk penetapan cukai yang tinggi, namun cara tersebut belum berhasil menurunkan jumlah perokoknya.

Pejabat Menteri Kesehatan Selandia Baru Jenny Salesa meyakini bahwa hal terbaik yang dapat dilakukan oleh perokok untuk kesehatan mereka adalah dengan berhenti merokok, namun ia memahami bahwa terkadang perokok mengalami kesulitan untuk dapat berhenti merokok. "Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan semua warga Selandia Baru untuk mencapai negara bebas asap rokok pada tahun 2025," serunya.

Jenny Salesa juga mengatakan bahwa meskipun produk tembakau alternatif tidak sepenuhnya bebas risiko, namun produk ini memiliki tingkat bahaya yang lebih rendah dibandingkan jika terus menggunakan rokok konvensional. "Itulah mengapa kita perlu memastikan bahwa produk tembakau alternatif ini hanya ditujukan bagi perokok dewasa. Kita perlu melindungi produk ini dari konsumsi para remaja," tegasnya.

Kementerian Kesehatan Selandia Baru berkomitmen untuk terus memberikan akses bagi produk tembakau alternatif, termasuk rokok elektronik atau vape dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar, khusus untuk perokok dewasa. Produk ini ditekankan tidak ditujukan untuk non perokok dan anak di bawah umur 18 tahun. Amandemen yang dilakukan juga termasuk ketentuan terhadap tempat-tempat yang dapat digunakan untuk mengonsumsi produk tembakau alternatif, termasuk penempatan produk di outlet retail khusus.

Di Indonesia, Pengamat Hukum Ariyo Bimmo menanggapi bahwa strategi yang ditempuh oleh Selandia Baru merupakan langkah yang perlu ditelaah oleh seluruh pembuat kebijakan, termasuk di negara ini. "Peraturan produk tembakau alternatif yang dirumuskan secara tepat dan berbeda dari rokok konvensional tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi pengguna dan masyarakat luas (non pengguna), tapi juga memberikan dukungan bagi perokok dewasa untuk mendapatkan hak atas akses terhadap informasi dan akses terhadap produk tembakau yang berdasarkan bukti ilmiah memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah," jelasnya.

Berkaca dari Selandia Baru, menurut Ariyo urgensi adanya regulasi produk tembakau alternatif juga berlaku di Indonesia. Sebab, Indonesia dan Selandia Baru memiliki tantangan dan tujuan yang sama yaitu menurunkan angka perokok. "Kita bisa belajar dari negara lain, seperti Selandia Baru, yang melihat potensi produk ini secara menyeluruh. Secara hukum, produk ini memiliki landasan yang kuat untuk dirumuskan dalam sebuah regulasi, namun di sisi lain masih diselimuti skeptisme. Oleh karena itu, penting untuk mulai melihat dari sudut pandang lain dan melakukan penelitian komprehensif agar potensinya tidak sia-sia," terangnya. 

Di kesempatan yang berbeda, Visiting Professor dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, Prof. Tikki Pangestu yang juga pernah menjabat sebagai Director, Research Policy & Cooperation, World Health Organization (WHO) mengatakan "Berdasarkan bukti ilmiah, produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok konvensional. Oleh karena itu, tidak adil bagi perokok dewasa jika tidak bisa mengakses produk yang memiliki potensi manfaat yang besar ini," kata beliau. "Pemerintah di setiap negara juga diharapkan dapat mengakomodir kepentingan ini."

Prof. Tikki juga mengatakan bahwa penelitian komprehensif mengenai produk tembakau alternatif di tingkat nasional atau di masing-masing negara juga diperlukan untuk membantu pemerintah merumuskan kebijakan yang sesuai. "Riset yang kredibel adalah salah satu kunci dalam mengatasi hal ini," tutup beliau.