Riset bertajuk Smile Study yang merupakan kolaborasi antara Unpad dengan The Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHAR) Universitas Catania, Italia menunjukkan fakta bahwa para perokok yang beralih ke produk tembakau alternatif, mengalami peningkatan kualitas kesehatan gusi dan jaringan pendukung gigi.
Demikian hal ini disampaikan Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (FKG Unpad), Prof. Dr. Amaliya saat memaparkan hasil riset terkait penggunaan produk tembakau alternatif terhadap kesehatan gusi dan jaringan pendukung gigi.
Riset tersebut diuji ke 15 peserta dalam sebuah eksperimen selama 18 bulan. Tujuannya untuk membandingkan efek yang ditimbulkan terhadap rongga mulut pada masing-masing kelompok eksperimen.
Adapun variabel pertama dalam riset ini dilihat dari kesehatan gusi. Sebab, gusi perokok cenderung berwarna hitam akibat penyempitan pembuluh darah.
Kedua, akumulasi plak yang memperburuk kebersihan gigi. Plak adalah kumpulan bakteri yang menempel di permukaan gigi. Ketiga, kadar antioksidan. Lalu yang keempat penanda kerusakan tulang.
Prof. Amaliya menjelaskan orang yang merokok lebih rentan mengalami kerusakan tulang giginya. Variabel kelima adalah penanda peradangan secara sistemik yang juga merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
“Yang terakhir dari pewarnaan gigi. Kelihatan kalau orang yang merokok itu giginya hitam-hitam atau kuning-kuning. Dengan berpindah itu, gigi menjadi lebih bersih,” ujarnya.
Lebih lanjut, Prof. Amaliya menjelaskan hasil riset menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif berhasil mengurangi risiko yang berkaitan dengan rokok.
Pengguna produk tembakau alternatif yang beralih dari kebiasaannya, kadar penanda kerusakan tulang giginya menurun signifikan. Artinya, peradangan secara sistemik juga menurun.
"Pada pengguna vape, akumulasi plak di gigi pun menurun dibanding yang terus merokok. Giginya juga bersih, beda dengan orang merokok yang giginya hitam atau kuning. Selain itu, penanda penyakit jantung pada pengguna produk tembakau alternatif juga terlihat menurun sejak tiga bulan pertama eksperimen," tambahnya.
Antioksidan akan menurun bila tubuh terpapar radikal bebas. Prof. Amaliya menyebutkan, rokok itu radikal bebasnya tinggi sehingga antioksidan pada perokok akan turun. Sementara yang beralih ke produk tembakau alternatif, justru antioksidannya meningkat.
Dengan hasil yang ditunjukkan dari riset Smile Study, Prof. Amaliya menyampaikan bahwa yang terbaik bagi perokok adalah berhenti merokok.
“Namun, kita harus paham bahwa banyak perokok yang tidak bisa berhenti total. Sehingga, bisa diberikan opsi beralih dari kebiasaan merokok dengan produk tembakau alternatif," lanjutnya.
Ke depannya, ia berharap pemerintah dan pemangku kebijakan mempertimbangkan hasil penelitian dari dalam negeri dalam penyusunan kebijakan, terutama terkait pemanfaatan produk tembakau alternatif untuk mengurangi risiko merokok.
Selain untuk tujuan kesehatan masyarakat, hasil penelitian juga bisa digunakan buat merumuskan kebijakan yang berbasis fakta atau evidence-based policy.
"Produk tembakau alternatif tidak bisa disamakan dengan rokok, risikonya lebih rendah. Jadi, jangan diatur dalam satu keranjang bersama rokok karena risikonya sudah turun hampir 90 persen," tutupnya.