Meskipun tidak bebas risiko, penelitian mengenai roko elektronik dari Laporan National Academies of Sciences (2018) menegaskan bahwa rokok elektronik “secara signifikan lebih tidak berbahaya dibanding rokok bakar,” berdasarkan analisis toksikologi dan biomarker paparan. Pengguna rokok elektronik menunjukkan penurunan konsentrasi zat berbahaya yang berkaitan dengan penyakit akibat merokok.
Terlepas dari bukti ilmiah yang semakin jelas, persepsi publik masih tertinggal. Hanya sebagian kecil perokok mengetahui bahwa rokok elektronik lebih berpotensi rendah risiko, dan misinformasi sering memperkuat anggapan bahwa semua produk nikotin sama berbahayanya. Studi populasi bahkan menunjukkan bahwa pembatasan ketat terhadap rokok elektronik dapat berdampak tidak diinginkan—mengurangi akses ke alternatif yang lebih rendah risiko dan mendorong perokok tetap menggunakan rokok bakar.
Dalam konteks kesehatan masyarakat, menyediakan alternatif nikotin yang tidak dibakar menjadi salah satu peluang untuk mengurangi dampak penyakit akibat rokok, terutama bagi perokok dewasa yang kesulitan berhenti melalui metode konvensional. Tantangannya adalah memastikan regulasi, komunikasi mengenai risiko, dan edukasi publik yang selaras dengan bukti ilmiah yang terus berkembang.
Relevansi untuk Indonesia
Dengan tingginya angka perokok, akses dan edukasi yang benar tentang produk nikotin yang tidak dibakar (non-combustion) bisa menjadi peluang nyata untuk menurunkan penyakit akibat rokok. Kebijakan dan komunikasi publik harus berbasis bukti ilmiah agar benar-benar menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat Indonesia.