Left arrow Kembali

APVI Tolak Kemasan Polos pada Rokok Elektronik: Alasan dan Dampak

Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasmita menilai penerapan kebijakan kemasan polos tanpa merek pada produk tembakau alternatif hanya akan menciptakan berbagai permasalahan baru, termasuk meningkatnya peredaran dan konsumsi produk ilegal di publik.

Aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang produk tembakau dan rokok elektronik terus mendapat penolakan dari berbagai pihak. Misalnya aturan mengenai kemasan polos tanpa merek atau plain packaging produk tembakau. 

Aturan menyeragamkan kemasan produk tembakau dan rokok elektronik dan melarang pencantuman logo atau merek produk tersebut mendapat kecaman salah satunya dari para industri produk tembakau alternatif. Pelaku industri tersebut mengecam keras wacana kebijakan kemasan polos tanpa merek yang tertuang di dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang diprakarsai Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 

Hal tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) 28 Tahun 2024 yang kedudukannya lebih tinggi dari RPMK dan tidak memberikan mandat untuk kemasan polos. Dengan demikian, Kementerian Kesehatan melebihi kewenangannya dengan tetap memaksakan kemasan polos melalui RPMK.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita mengungkapkan pihaknya khawatir penerapan kebijakan kemasan polos tanpa identitas merek pada produk tembakau alternatif hanya akan menciptakan berbagai permasalahan baru, termasuk meningkatnya peredaran dan konsumsi produk ilegal di publik. 

Bahkan aturan tersebut juga dinilai berpotensi menciptakan ruang bagi anak-anak di bawah umur untuk menjangkau produk ini hingga sulitnya pengawasan di lapangan.  

”Aturan polos hanya akan menambah masalah baru. Mayoritas negara G-20, negara-negara maju, tidak menerapkan kemasan polos untuk produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik. Negara tersebut hanya menerapkan peringatan berbentuk tulisan untuk produk tembakau alternatif,” jelas Garindra di Jakarta, Rabu (11/9).

Dia meminta Kementerian Kesehatan agar makin bijak dalam melihat munculnya potensi permasalahan baru ketika aturan kemasan rokok diterapkan bagi produk tembakau alternatif. Selain potensi masifnya peredaran produk ilegal dan mengurangi pendapatan cukai, juga dapat menyebabkan semakin tingginya prevalensi merokok di Indonesia.  

”Kita harusnya berkaca ke negara yang sudah berhasil mendukung peralihan ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko, bukan malah mengikuti negara yang tidak berhasil. Kami berharap DPR RI sebagai stakeholder yang mewakili rakyat juga melihat permasalahan ini,” tegas Garindra.

Dalam kesempatan berbeda, Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (AKVINDO) Paido Siahaan juga mengkritik wacana kemasan polos. Kementerian Kesehatan seharusnya mempertimbangkan hak konsumen untuk memperoleh informasi yang lengkap dan jelas terhadap produk yang mereka pakai. 

Menghilangkan elemen merek (brand) dan informasi pada kemasan mengurangi kemampuan konsumen untuk mendapatkan informasi produk sehingga dapat memutuskan produk yang tepat. Sehingga, rancangan aturan ini melanggar hak konsumen untuk mendapat informasi yang akurat. 

”Jika dilihat dari perspektif konsumen dan pengurangan bahaya, penerapan aturan kemasan polos tanpa pembedaan antara produk tembakau alternatif dan rokok bisa dianggap tidak memberikan kesempatan yang adil bagi perokok dewasa untuk mengakses produk yang lebih rendah risiko,” terang Paido Siahaan.

https://www.jawapos.com/nasional/015078034/industri-rokok-elektronik-tolak-pengaturan-kemasan-polos-tanpa-merek-dinilai-picu-munculnya-produk-ilegal