Left arrow Kembali

Menghambat Akses Informasi Produk Tembakau Alternatif Langgar Etika dan Moral

Upaya sejumlah pihak dalam menghambat akses publik maupun informasi terkait produk tembakau alternatif dinilai melanggar prinsip etika, moral, dan keadilan. Sebab, setiap masyarakat berhak memperoleh informasi yang benar tentang sebuah produk yang mereka konsumsi, termasuk produk tembakau alternatif.

JAKARTA – Upaya sejumlah pihak dalam menghambat akses publik maupun informasi terkait produk tembakau alternatif dinilai melanggar prinsip etika, moral, dan keadilan. Sebab, setiap masyarakat berhak memperoleh informasi yang benar tentang sebuah produk yang mereka konsumsi, termasuk produk tembakau alternatif.

Tikki Pangestu, Mantan Director Research Policy & Cooperation Department WHO dan Visiting Professor Lee Kuan Yew School of Public Policy National University Singapore, menjelaskan setiap manusia memiliki hak terhadap standar kesehatan yang tinggi, termasuk memilih produk dengan risiko lebih rendah. “Kebijakan pengurangan bahaya tembakau adalah suatu tanggung jawab etika dan moral,” kata Tikki kepada wartawan, Rabu (15/5).

Menurut dia, berbagai fakta telah menunjukkan bahwa produk tembakau dan nikotin alternatif (ENDS) memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah. Berbagai penelitian di sejumlah negara seperti Inggris dan Jerman menyebutkan produk ENDS yang mencakup rokok elektronik atau vape dan produk tembakau yang dipanaskan terbukti lebih tidak berbahaya dan mengurangi senyawa kimia beracun (TAR) antara 60 - 95 persen dibandingkan rokok yang dibakar.

Rokok elektronik juga membantu mereka yang mau berhenti merokok. Data dari Inggris menunjukkan 15.000 – 22.000 perokok tiap tahunnya terbantu oleh rokok elektronik dalam upaya mereka berhenti merokok. Selain itu, rokok elektronik juga terbukti dua kali lebih efektif dalam upaya berhenti merokok dibandingkan produk terapi substitusi nikotin seperti permen karet, koyo, dan lozenges. “Kekhawatiran ENDS menjadi pintu masuk (gateway) bagi anak muda untuk merokok juga tidak terbukti dan masih mengandung banyak asumsi,” ungkap Tikki.

Di lain kesempatan, Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) dalam konferensi pers, Selasa (14/5), merekomendasikan pelarangan terhadap rokok elektronik. Komnas PT menilai pelarangan diperlukan sebagai bentuk kehati-hatian. Hal ini dikarenakan rokok elektronik mengandung zat nikotin yang adiktif dan bahan kimia berbahaya serta menjadi media penggunaan narkoba tradisional maupun jenis baru.

Daeng M. Faqih, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, mengatakan rokok elektronik tidak menghasilkan TAR dari asap melainkan menghasilkan uap aerosol yang tetap mengandung berbagai zat kimia dari cairan maupun tembakau yang dipanaskan sehingga tetap berisiko terhadap perokok pasif.

Tikki menegaskan, berbagai negara telah mengambil kebijakan yang lebih maju terkait produk tembakau alternatif. Yang terbaru adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA) yang memberikan otorisasi penjualan salah satu produk tembakau alternatif. Keputusan ini didasarkan proses ulasan berbasis ilmiah menyeluruh dan otorisasi tersebut sesuai perlindungan kesehatan publik, menimbang risiko dan manfaat bagi populasi secara keseluruhan, baik pengguna maupun bukan pengguna produk tembakau, khususnya anak-anak.

Berdasarkan pertimbangan hak asasi manusia, Mahkamah Tinggi di Quebec, Kanada juga telah mengesahkan rokok elektronik sebagai cara mengurangi bahaya tembakau dan telah mencabut undang-undang yang bertujuan membatasi akses kepada produk ENDS.

Oleh karena itu, meskipun bukti ilmiah belum tuntas dan lengkap, namun berbagai riset dan kajian yang ada saat ini sudah cukup untuk membimbing dan membantu perkembangan kebijakan yang sesuai. “Besarnya bahaya merokok untuk kesehatan memerlukan kebijakan yang berani dan tegas mengenai produk tembakau alternatif yang dapat dipertanggungjawabkan meskipun informasi dan datanya belum lengkap dan sempurna,” pungkas Tikki.