Left arrow Kembali

Konsep pengurangan bahaya tembakau dan regulasi dinilai bisa tekan prevalensi perokok

Konsep pengurangan bahaya tembakau (tobacco harm reduction) memanfaatkan kehadiran produk tembakau alternatif sebagai strategi alternatif mengurangi prevalensi perokok di Indonesia. Namun, keberadaannya harus disertai dengan regulasi yang berfungsi sebagai rambu-rambu.

Konsep pengurangan bahaya tembakau (Tobacco Harm Reduction) memanfaatkan kehadiran produk tembakau alternatif bisa jadi strategi mengurangi prevalensi perokok di Indonesia. Namun, keberadaannya harus disertai dengan regulasi yang berfungsi sebagai rambu-rambu.

Direktur Eksekutif Center for Youth and Population Research (​CYPR) Dedek Prayudi atau yang akrab disapa Uki menyebutkan strategi pengurangan prevalensi perokok ini sudah terbukti di Inggris. Negeri Ratu Elizabeth ini sudah membuktikan manfaat produk tembakau alternatif dalam menekan laju prevalensi merokok sejak 2013.

Pada 2015, Inggris kemudian menerbitkan regulasi yang mengatur terkait produk ini. “Seiring dengan pemanfaatan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektronik, dan snus, serta hadirnya aturan yang mendukung, jumlah pasien yang terserang penyakit atau meninggal karena konsumsi rokok di Inggris tercatat lebih rendah,” jelas Uki.

Saat ini, beragam produk tembakau alternatif sudah mulai beredar di pasaran Indonesia. Namun, sampai saat ini belum ada aturan khusus yang mengatur pemanfaatan produk tersebut. Padahal, menurut Uki, pemanfaatan produk hasil inovasi ini memerlukan aturan yang bisa berfungsi sebagai pedoman guna menghindari potensi tindakan penyalahgunaan. 

“Jadi jangan sampai nanti sebenarnya sesuatu yang punya peluang untuk mengurangi prevalensi perokok, malah kemudian kehilangan manfaatnya karena tidak diatur,” jelasnya. Untuk membentuk aturan tersebut, diperlukan kesepakatan terhadap konsep pengurangan bahaya tembakau oleh para pemangku kepentingan terkait.

Setelah kesepakatan terjadi, tahap berikutnya adalah diskusi terkait produk turunan atau produk tembakau alternatif yang digunakan. Aturan terkait produk turunan ini harus meliputi standar baku produk, cara konsumsi, pihak yang boleh mengonsumsi, pemasaran, dan lain sebagainya. “Dan jangan lupa bahwa ini juga tidak bisa digerakkan tanpa adanya kontrol sosial,” tegas Uki.

Dalam kesempatan berbeda, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Tribowo Tuahta Ginting menyebutkan bahwa kandungan zat berbahaya pada produk tembakau alternatif ini jauh lebih rendah daripada rokok lebih yang mencapai 7.000 senyawa kimia, namun bukan berarti produk tembakau alternatif ini bebas risiko sepenuhnya.

“Setiap produk perlu diperhatikan safety-nya, kalau ada perbedaan seperti itu, kembali ke masing-masing penggunanya. Kalau kita lihat mau lihat secara objektif, ya mesti dilihat dari hasil penelitiannya,” ujarnya.

Konsep pengurangan bahaya tembakau dan regulasi dinilai bisa tekan prevalensi perokok - Kontan.co.id